SYIRKAH
SYIRKAH
Diajukan
Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstrukstur Dalam Mata Kuliah Fiqh Muamalah II
Disusun
Oleh:
Rovil Al Asyari
3218205
Lokal : EI-4F
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM BUKITTINGGI
2019/2020
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmannirrahim
Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan. Penulisan makalah yang berjudul
“Syirkah” ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Muamalah
II.
Kami
menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah kami ini masih terdapat
kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala
kerendahan hati kami mengharapkan
berbagai saran dan kritik yang bersifat membangun dan bermanfaat khususnya bagi
kami sendiri, maupun bagi para pembaca pada umumnya. Namun demikian, penulis
berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Atas terselesaikannya makalah ini
kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT berkenan untuk
memberikan balasan yang jauh lebih baik dari apa yang kami terima dari mereka.
Bukittinggi , 20 Maret 2019
Penulis
DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam sangat menganjurkan kepada pemeluknya
untuk memakukan aktisitas bisnis, untuk memperoleh penghasilan guna mencukupi
kebutuhan sehari baik itu untuk dirinya sendiri atau untuk keluarganya, serta
sebagai bekal dalam melaksanakan ibadah kepada Allah SWT.
Berbagai macam jenis usaha dapat dilaksanakan
untuk memenuhi kebutuhan, seperti bekerja sebagai buruh, sebagai pengusaha atau
sebagai investor yang kesemuanya tergantung pada bidang keahlian yang dimiliki.
Kesemuanya itu boleh dilakukan selama tidak melanggar ketentuan agama yang
dijelaskan dalam al-Qur’an dan Hadis.
Salah satu bentuk aktifitas ekonomi yang dapat
dilakukan sebagai pengusaha yaitu syirkah. Yakni perserikatan antara dua
orang atau lebih dalam usaha untuk memperoleh keuntungan dengan hasil
ditanggung bersama. Yang dalam makalah ini akan dibahas lebih lanjut mengenai
syirkah.
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan
masalah dari makalah ini adalah
1.
Apa yang dimaksud dari Syirkah?
2.
Apa dasar hukum syirkah?
3.
Apa saja rukun dan syaratnya?
4.
Apa saja macam-macam syirkah?
5.
Apa saja yang membuat berakhirnya syirkah?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dibuatnya makalah ini adalah
1.
Untuk memenuhi tugas matakuliah Fiqih
Muamalah II.
2.
Sebagai tambahan wawasan keilmuan.
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Syirkah
Syirkah secara
bahasa berarti al-iktilath, yang artinya
adalah campur atau pencampuran di sini mengandung
pengertian pada seseorang yang mencampurkan hartanya dengan harta orang lain,
sehingga tidak mungkin untuk di bedakan. Syirkah atau perkongsian juga
berarti:
الإختلاط أى خلط أحد المالين
بالآخر بحيث لايمتزان عن بعضهما
“percampuran, yakni bercampunya
salah satu dari dua harta dengan harta
lainnya tanpa dapat dibedakan antara keduanya”.[1]
Syirkah adalah akad kerja sama antara
dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, dimana masing-masing pihak
memberikan kontribusi dana (amal/ expertise) dengan kesepakatan,
bahwa keuangan dan resiko ditanggung bersama.[2]
1.
Menurut Hanafiah
Syirkah adalah
suatu ungkapan tentang akad (perjanjian) antara dua orang yang berserikat
didalam modal dan keuntungan.
2.
Menurut Malikiyah
Perkongsian adalah izin untuk mendayagunakan (tasharruf)
harta yang dimiliki dua orang secara bersama-sama oleh keduanya, yakni keduanya
saling mengizinkan kepada salah satunya untuk mendayagunakan harta milik
keduanya, namun masing-masing memiliki hak untuk bertasharruf.
3.
Menurut syafi’iyah
Syirkah menurut
syara’ adalah suatu ungkapan tentang tetapnya hak atas suatu barang bagi
dua orang atau lebih secara bersama-sama
4.
Menurut Hanabilah
Syirkah adalah
berkumpul atau bersama-sama dalam kepemilikan atas hak atau tasarruf.
Setelah diketahui definisi-definisi syirkah menurut
pada ulama, kiranya dapat dipahami bahwa yang dimaksud dengan syirkah adalah
kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang keuntungan dan
kerugiannya ditanggung bersama.
B. Dasar Hukum Syirkah
Landasan syirkah terdapat
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadits, dan Ijma’, berikut ini: [4]
1.
Al-Qur’an
فَهُمْ
شُرَكَاءُ فِي الثُّلُثِ
“mereka
yang bersekutu dalam yang sepertiga” (Qs. An-Nisa’:
12).
وَإِنَّ كَثِيرًا مِنَ الْخُلَطَاءِ لَيَبْغِي
بَعْضُهُمْ عَلَى بَعْضٍ إِلَّا الَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ
وَقَلِيلٌ مَا هُمْ
“Dan sesungguhnya kebanyakan dari orang-orang
yang berserikat itu sebahagian dari mereka kepada sebagian yang lain, kecuali
orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh, dan amat sedikitlah
mereka itu” (Qs. Shad : 24).[5]
2.
As-Sunah
“Dari
Abu Hurairah yang dirafa’kan kepada Nabi Muhammad, bahwa Nabi SAW bersabda
“sesungguhnya Allah SWT berfirman “Aku adalah yang ketiga dari dua orang yang
bersekutu selama salah seorang dari keduanya tidak mengkhianati temannya, aku
akan keluar dari persekutuan tersebut apabila salah seorang
mengkhianatinya” (HR. Abu Dawud dan Hakim dan menyahihkan
sanadnya).
“Kekuasaan
Allah senantiasa berada pada dua orang yang bersekutu selama keduanya tidak
berkhianat”. (HR. Bukhari dan Muslim).[6]
3.
Al-Ijma’
Umat Islam sepakat bahwa syirkah dibolehkan.
C. Rukun dan
Syarat Syirkah
Rukun syirkah adalah
sesuatu yang harus ada ketika syirkah itu berlangsung. Ada perbedaan terkait
dengan rukun syirkah. Menurut ulama Hanafiyah rukun syirkah hanya ada dua
yaitu ijab (ungkapan melakukan penawaran perserikatan) dan
kabul (ungkapan penerimaan perserikatan), istilah ijab dan kabul sering disebut
dengan serah terima. Jika ada yang menambahkan selain ijab dan kabul dalam
rukun syirkah seperti adanya kedua orang yang berakad dan objek akad menurut
Hanafiyah itu bukan termasuk rukun tetapi termasuk syarat.[7]
Syarat-syarat
yang berhubungan dengan syirkah menurut Hanafiyah dibagi
menjadi empat bagian, sebagai berikut.[8]
1.
Syarat yang
berkaitan dengan semua bentuk syirkah. Persyaratan dalam
wilayah ini terdapat dua syarat yang harus di penuhi, yaitu:
a.
Syarat yang
berkaitan dengan benda yang di akadkan harus dapat di terima sebagai perwakilan
(wakalah).
b.
Hendaknya
pembagian keuntungan di tetapkan secara jelas dan di ketahui oleh semua pihak,
seperti setengah, sepertiga, dan lain-lain.
2.
Syarat yang
berkaitan dengan syirkah al-maal, eperti syirkah
mufawwadhah atau ‘inan. Untuk kategori syirkah tersebut, ada
syarat-syarat yang harus di penuhi, yaitu:
a.
Modal yang di
jadikan objek akad syirkah berupa mata uang (alat bayar), seperti
riyal, rupiah, dolar dan lain-lain.
b.
Modal harus ada
ketika akad syirkah di langsungkan
3.
Syarat yang
kusus berkaitan dengan syirkah mufawwadhah, yaitu:
a.
Modal
dalam syirkah mufawwadhah ini harus sama.
b.
Modal
harus tunai keika akad syirkah berlangsung, bukan berupa modal yang masih dalam
simpanan.
c.
Pihak yang
bersyirkah termasuk yang ahli kafalah (mampu memikul tanggung jawab).
d.
Objek
dalam akad yang disyirkahkan harus bersifat umum, yaitu pada
semua jenis jual beli atau perdagangan.
4.
Syarat-syarat
yang berkaitan dengan syirkah ‘inan sama dengan syarat
dalam syirkah mufawwadhah.
Sedangkan ulama malikiyah telah menetapkan
syarat-syarat syirkah pada tiga objek, yaitu:
1.
Syarat yang
berkaitan dengan pihak yang ber akad. Syarat dalam wilayah ini ada tiga macam.
a.
Pihak yang ber
akad harus seorang yang merdeka. Tidak di bolehkan seorang yang merdeka
melakukan akad dengan seorang budak. Namun dI bolehkan seorang budak melakukan
akad dengan budak pula, tetapi mereka harus mendapatkan izin dari tuanya.
b.
Pihak yang ber
akad harus cakap (ar-rusyd).
c.
Pihak yang ber
akad harus sudah baligh (dewasa).
2.
Syarat yang
berkaitan dengan shighah akad, yaitu proses syirkah harus di ketahui oleh
pihak-pihak yang ber akad, yaitu proses syirkah harus di ketahui oleh
pihak-pihak yang ber akad, baik ungkapan akad tersebut di sampaikan dengan
ucapan atau tulisan.
3.
Syarat yang
berkaitan dengan modal (ra’s al-maal). Ada tiga syarat yang harus di penuhi
pada modal ini:
a.
Modal yang di
bayarkan oleh pihak yang ber akad harus sama jenis dan nilainya, misalnya jika
mereka menentukan modalnya dari emas, maka nilai emas tersebut harus sama.
b.
Modal
harus ditasharufkan untuk keperluan yang sama, demikian juga jumlahnya juga
harus sama.
c.
Modal
harus bersifat tunai atau kontan, tidak boleh hutang.
Persyaratan syirkah yang di
kemukakan oleh ulama syafi’iyah secara umum pada dasarnya sama dengan yang di
kemukakan oleh malikiyah, baik untuk persyaratan dalam syighah syirkah, pihak
yang berakad dan modal.
D. Macam-Macam Syirkah
a.
Syirkah Amlak
(Hak Milik)
Yaitu
perserikatan dua orang atau lebih yang dimiliki melalui transaksi jual beli,
hadiah, warisan atau yang lainnya. Dalam bentuk syirkah seperti ini
kedua belah pihak tidak berhak mengusik bagian rekan kongsinya, ia tidak boleh
menggunakannya tanpa seijin rekannya. Menurut Sayyid Sabiq, yang dimaksud
dengan syirkah amlak adalah bila lebih dari satu orang memiliki suatu
jenis barang tanpa akad baik bersifat ikhtiari atau jabari.[9]
Syirkah milk juga
dibagi menjadi menjadi dua yaitu:[10]
a.
Syirkah milk
jabr, ialah berkumpulnya dua orang atau lebih dalam
pemilikan suatu benda secara paksa
b.
Syirkah milk
al-ikhtiyar, ialah ibarat kesepakatan dua orang atau lebih
untuk menyerahkan harta mereka masing-masing supaya memperoleh hasil dengan
cara mengelola harta itu, bagi setiap yang berserikat memperoleh bagian yang
ditentukan dari keuntungan.
Syirkah milk tercipta
karena warisan, wasiat atau kondisi lain yang mengakibatkan pemilikan satu aset
oleh dua orang atau lebih. Dalam musyarakah ini, kepemilikan dua orang atau
lebih terbagi dalam dua aset nyata dan berbagi dari keuntungan yang dihasilkan
aset tersebut.[11]
Misalnya: Si A
dan si B diberi wasiat atau hadiah berupa sebuah mobil oleh seseorang dan
keduanya menerimanya, atau membelinya dengan uang keduanya, atau mendapatkannya
dari hasil warisan, maka mereka berdua berserikat dalam kepemilikan mobil
tersebut.
b.
Syirkah Uqud
(Transaksional/kontrak)
Yaitu akad
kerja sama antara dua orang yang bersekutu dalam modal dan keuntungan, artinya
kerjasama ini didahului oleh transaksi dalam penanaman modal dan kesepakatan
pembagian keuntungan. Misalnya, dalam transaksi jual beli atau lainnya.
Bentuk syirkah seperti inilah yang hendak kami bahas dalam
tulisan kali ini. Dalam syirkah seperti ini, pihak-pihak yang
berkongsi berhak menggunakan barang syirkah dengan kuasa
masing-masing. Dalam hal ini, seseorang bertindak sebagai pemilik barang, jika
yang digunakan adalah miliknya. Dan sebagai wakil, jika barang yang
dipergunakan adalah milik rekannya.
Berdasarkan
penelitian para ulama fikih terdahulu terhadap dalil-dalil syar’i, bahwa di
dalam Islam terdapat lima macam syarikah, yaitu:[12]
a.
Syirkah
al-‘inan
Yaitu
penggabungan harta atau modal dua orang atau lebih yang tidak selalu sama
jumlahnya. Boleh satu pihak memiliki modal lebih besar dari pihak yang lain.
Sementara itu,
Ibn Qudamah sebagaimana dikutip oleh Muhammad Abdurrahman Sadique menyebutkan
bahwa syirkah al-‘inân adalah kerjasama dua orang atau lebih
dalam hal modal yang dilaksanakan oleh mereka yang berserikat dalam hal modal
tersebut sementara hasilnya dibagi bersama.[13]
Contoh syirkah
inân: A dan B pengrajin atau tukang besi. A dan B sepakat menjalankan
bisnis dengan memproduksi dan menjual belikan teralis. Masing-masing memberikan
konstribusi modal sebesar Rp.35 juta dan keduanya sama-sama bekerja
dalam syirkah tersebut. Keuntungan didasarkan pada
kesepakatan, sedangkan kerugian ditanggung oleh masing-masing mitra usaha
berdasarkan porsi modal. Jika misalnya, masing-masing modalnya 50%, maka
masing-masing menanggung kerugian atau keuntungan sebesar 50%.
b.
syirkah al-abdan
Yaitu
perserikatan dalam bentuk kerja yang hasilnya dibagi bersama sesuai dengan
kesepakatan, tanpa konstribusi modal (mâl), seperti kerja sama sesama
dokter di klinik, tukang besi, kuli angkut atau sesama arsitek untuk menggarap
sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order
pembuatan seragam sekolah dan sebagainya.
Contohnya: A
dan B. keduanya adalah nelayan, bersepakat melaut bersama untuk mencari ikan.
Mereka sepakat pula, jika memperoleh ikan dan dijual, hasilnya akan dibagi
dengan ketentuan: A mendapatkan sebesar 60% dan B sebesar 40%.
c.
syirkah al-mudarabah
Yaitu,
persetujuan seseorang sebagai pemilik modal (investor) menyerahkan sejumlah modal
kepada pihak pengelola (mudhârib) dalam suatu perdagangan tertentu yang
keuntungannya dibagi sesuai dengan kesepakatan bersama. Adapun kerugiannya
ditanggung oleh pemilik modal saja.
d.
syirkah al-mufawadhah.
Yaitu kerja
sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari
keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi
keuntungan dan kerugian secara sama.
Contohnya: A
adalah pemodal, berkonstribusi modal kepada B dan C, dua insinyur teknik sipil,
yang sebelumnya sepakat, bahwa masing-masing berkonstribusi kerja. Kemudian B
dan C juga sepakat untuk berkonstribusi modal, untuk membeli barang secara
kredit atas dasar kepercayaan pedagang kepada B dan C.
E. Berakhirnya Syrikah
Syirkah akan berakhir apabila:
1. Salah satu pihak membatalkanya,
meskipun tanpa persetujuan pihak yang lainnya, karena syirkah adalah akad yang
terjadi atas rela sama rela dari kedua belah pihakyang tidak ada keharusan
untuk dilaksanakan apabila salah satu pihak tidak menginginkanya lagi. Maka hal
ini menunjukan pencabutan kerelaan syirkah oleh salah satu pihak.
2. Salah satu pihak kehilangan
kecakapan untuk bertasharuf (keahlian dlam mengelola harta), baik karena gila
atau sebab yang lainya.
3. Slah satu pihak meninggal dunia,
tetapi jika yang bersyirkah lebih dari dua orang, maka yang batal hanya yang
meninggal dunia saja. Syirkah berjalan terus bagi anggota-anggota yang masih
hidup, apabila ahli waris yang meninggal menghendaki turut serta dalam syirkah
tersebut, maka dilakukan perjanjian baru bagi ahli waris yang bersangkutan.
4. Salah satu pihak berada di bawah
pengampunan, baik karena boros yang terjadi pada waktu perjanjian syirkah
tengah berjalan, maupun sebab yang lainya.
5. Salah satu pihak jatuh bangkrut
yang berakibat tidak berkuasa lagi atas harta yang menjadi saham syirkah.
Pendapat ini dikemukakan oleh ulama malikiyah, syafi’iyah dan hanbilah.
Sedangkan hanafiyah, bahwa keadaan bangkrut tidak membatalkan perjanjian.
6. Modal para anggota syirkah lenyap
sebelum dibelanjakan atas nama syirkah, bila modal tersebut lenyap sebelum
terjadi pencampuran harta hingga dapat di pisah-pisahkan lagi, yang menanggung
pemiliknya sendiri. Namun apabila harta lenyap setelah terjadi percampuran yang
tidak dapat di pisah-pisahkan lagi, maka syirkah masih dapat berlangsung dengan
sisa kekayaan yang masih ada.[14]
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut bahasa Syirkah berarti al-ikhtilat yang artinya campur atau
percampuran. Yakni percampuran harta antara dua orang sehingga tidak tidak
mungkin lagi dapat dibedakan. Sedang secara istilah, dimaksud dengan
syirkah adalah kerjasama antara dua orang atau lebih dalam berusaha, yang
keuntungan dan kerugiannya ditanggung bersama sesuia dengan kesepakatan
diantara yang berserikat. Terlepas dari perbedaan pendapat diantara para ulama,
secara umum ulama berpendapat bahwa syirkah terbagi menjadi empat macan yakni:
syirkah inan, syirkahmufawidhah, syirkah abdan, dan syirkah wujuh.
Adapun rukun syirkah yakni pihak yang berserikat, shighat dan objek
akad syirkahbaik harta maupun kerja. Sedangkan syarat syirkah yaitu: 1)
berkaitan dengan bentuksyirkah yakni benda yang yang diadakan harus dapat
diterimakan sebagai perwakilan dan keuntungan harus jelas pembagiannya serta
diketahui kedua pihak, 2) berkaitan dengansyirkah harta yakni objek yang dapat dijadikan
akad syirkah adalah alat pembayaran dan ada ketika akad dilakukan 3) berkaitan
dengan syarikat mufawadhah yakni modal harus sama, bagi yang bersyirkah ahli
untuk kafalah, dan objek akad disyaratkan syirkah umum, 4) berkaitan dengan
syirkah inan sama dengan syarat-syarat syirkah mufawadah.
B. Saran
Penulis menyadari, dalam
pembuatan makalah ini jauh dari kesempurnaan.Oleh karena itu, kami sebagai
penyusun berharap agar ada kritik dan saran dari semua pihak terutama Dosen. Penulis
hanyalah manusia biasa.Jika ada kesalahan, itu datangnya dari penulis
sendiri.Dan jika ada kebenaran, itu datangnya dari Allah swt.
DAFTAR PUSTAKA
Abdurrahman Sadique, Muhammad. 2009. Essentials
of Musyarakah and Mudharabah: Islamic Texts on Theory of Partnership. Internasional
Islamic University Malaysia: IIUM Press
Huda, Qamarul.
2011. Fiqih Mu’amalah. Yogyakarta : Teras
Nawawi, Ismail. 2012. Fikih Muamalah
Klasik dan Kontemporer. Cet. 1; Bogor: Ghalia Indonesia
Rahman Ghazali, Abdul. 2010. Fiqh Muamalat. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group
Sabiq, Sayyid.
2006. Fiqh al-Sunnah, Juz III. Beirut: Dar al-fikr
Sahrani, Sohari.
2011. Fikih Muamalah. Cet. I; Bogor: Ghalia Indonesia
Syafei, Rachmat.
2000. Fiqih Muamalah. Bandung: CV Pustaka Setia
Syafi’i Antonio, Muhammad. 2001. Bank
Syariah Dari teori Ke Praktik. Jakarta: Gema Insani
[2] Muhammad Syafi’i Antonio, Bank Syariah
Dari teori Ke Praktik, (Cet. I; Jakarta: Gema Insani, 2001), h. 90
[7] Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan, Sapiudin
Shidiq, Fiqh Muamalat, (Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada Media
Group, 2010), h. 128
[8] Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih
Muamalah, (Cet. I; Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 179
[10]Sohari Sahrani, Ru’fah Abdullah, Fikih
Muamalah, (Cet. I; Bogor: Ghalia Indonesia, 2011), h. 181
[11] Ismail Nawawi, Fikih Muamalah Klasik
dan Kontemporer, (Cet. 1; Bogor: Ghalia Indonesia, 2012), h. 153
[12] Abdul Rahman Ghazali, Ghufron Ihsan, Sapiudin
Shidiq, Fiqh Muamalat, Edisi. I, (Cet. I; Jakarta: Kencana Prenada
Media Group, 2010), h. 132
[13] Muhammad Abdurrahman Sadique, Essentials
of Musyarakah and Mudharabah: Islamic Texts on Theory of Partnership,
Edisi. 1, (Internasional Islamic University Malaysia: IIUM Press, 2009), h. 26
Komentar
Posting Komentar