SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT MASA RASULULAH SAW DAN MASA PARA SAHABAT


SEJARAH PENGELOLAAN ZAKAT MASA RASULULAH SAW DAN MASA PARA SAHABAT
Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Terstrukstur Dalam Mata Kuliah
Fiqh Zakat dan Wakaf

Disusun Oleh:
Rovil Al Asyari    3218205
Ekonomi Islam F

Dosen  Pengampu : Wahyuni Risma, S.H.I.,M.H
FAKULTAS EKONOMI BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM BUKITTINGGI
2019/2020


KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmannirrahim
     Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas berkat rahmat dan ridho-Nya makalah ini dapat diselesaikan.
     Penulisan makalah yang berjudul “Sejarah Pengelolaan Zakat Masa Rasulullah SAW.  dan Masa Para Sahabat” ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Fiqh Zakat dan Wakaf
     Kami menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah kami ini masih terdapat kekurangan-kekurangan dan masih jauh dari sempurna. Untuk itu dengan segala kerendahan  hati kami mengharapkan berbagai saran dan kritik yang bersifat membangun dan bermanfaat khususnya bagi kami sendiri, maupun bagi para pembaca pada umumnya. Namun demikian, penulis berharap  semoga makalah  ini dapat bermanfaat.
Atas terselesaikannya makalah ini kami mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu.
Semoga Allah SWT berkenan untuk memberikan balasan yang jauh lebih baik dari apa yang kami terima dari mereka.

                                                            Bukittinggi , 13 september 2019
                                                                                                                                                                                                                                                       Penulis 




DAFTAR ISI

Kata Pengantar.................................................................................................................... i
Daftar Isi............................................................................................................................. ii
PENDAHULUAN.............................................................................................................. 1
PEMBAHASAN................................................................................................................. 2
A. Zakat Sebelum Islam...................................................................................................... 2
B. Sejarah Pengelolaan Zakat Masa Rasulullah................................................................... 3
C. Sejarah Pengelolaan Zakat Masa Sahabat....................................................................... 6
PENUTUP........................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 10






PENDAHULUAN
A.  Latar Belakang
Zakat merupakan salah satu rukun Islam, dan menjadi salah satu unsur pokok bagi tegaknya syariat Islam. Oleh sebab itu hukum zakat adalah wajib (fardhu) atas setiap muslim yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu. Zakat termasuk dalam kategori ibadah seperti salat, haji, dan puasa yang telah diatur secara rinci berdasarkan Alquran dan Sunah. Zakat juga merupakan amal sosial kemasyarakatan dan kemanusiaan yang dapat berkembang sesuai dengan perkembangan ummat manusia dimana pun.
Maka kita sebagai seorang muslim harus tau mengenai seluk belu zakat, tidak hanya dalam pengelolaannya tapi juga harus tau apa sejarah zakat itu sendiri dari zaman sebelum islam pada masa rasulullah dan juga pada masa sahabat.

B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana zakat sebelum islam?
2.    Bagaimana sejarah pengeloalaan zakat pada mas rasulullah?
3.    Bagaimana sejarah pengelolaan zakat pada masa para sahabat?

C.  Tujuan Masalah
Menjelaskan perkembangan zakat dari masa rasululah ke masa sahabat







PEMBAHASAN
A.  Zakat Sebelum Islam
Kewajiban zakat telah ada sejak masa pra Islam, mulai dari sejak masa Nabi-Nabi terdahulu. Dalam Al-Qur’an diceritakan, bahwa terhadap para Rasul yang diutus oleh Allah kepada umat-umat terdahulu, perintah zakat merupakan salah satu risalah Allah yang wajib mereka sampaikan dan tunaikan. A1-Qur’an menceritakan perintah Rasul-Rasul Allah yang diutus kepada bani Israil:[1]
۞ وَلَقَدْ أَخَذَ اللَّهُ مِيثَاقَ بَنِي إِسْرَائِيلَ وَبَعَثْنَا مِنْهُمُ اثْنَيْ عَشَرَ نَقِيبًا ۖ وَقَالَ اللَّهُ إِنِّي مَعَكُمْ ۖ لَئِنْ أَقَمْتُمُ الصَّلَاةَ وَآتَيْتُمُ الزَّكَاةَ وَآمَنْتُمْ بِرُسُلِي وَعَزَّرْتُمُوهُمْ وَأَقْرَضْتُمُ اللَّهَ قَرْضًا حَسَنًا لَأُكَفِّرَنَّ عَنْكُمْ سَيِّئَاتِكُمْ وَلَأُدْخِلَنَّكُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا الْأَنْهَارُ ۚ فَمَنْ كَفَرَ بَعْدَ ذَٰلِكَ مِنْكُمْ فَقَدْ ضَلَّ سَوَاءَ السَّبِيلِ
 “Dan Sesungguhnya Allah telah mengambil Perjanjian (dari) Bani Israil dan telah Kami angkat di antara mereka 12 orang pemimpin, dan Allah berfirman: “Sesungguhnya aku beserta kamu. Sesungguhnya jika kamu mendirikan shalat dan menunaikan zakat serta beriman kepada rasul-rasulKu dan kamu bantu mereka dan kamu pinjamkan kepada Allah pinjaman yang baik. Sesungguhnya aku akan menutupi dosa-dosamu, dan Sesungguhnya kamu akan Kumasukkan he dalam surga yang mengalir air di dalamnya sungai-sungai. Maka Barangsiapa yang kafzr di antaramu sesudah itu, Sesungguhnya ia telah tersesat dari jalan yang lurus” Qs. Al-Maidah ayat 12[2]

وَجَعَلَنِي مُبَارَكًا أَيْنَ مَا كُنْتُ وَأَوْصَانِي بِالصَّلَاةِ وَالزَّكَاةِ مَا دُمْتُ حَيًّا
“(Isa berkata) dan Dia menjadikan aku seorang yang diberkati di mana saja aku berada, dan Dia memerintahkan kepadaku (mendirikan) shalat dan (menunaikan) zakat selama aku hidup” Qs. Maryam Ayat 31[3]
B.  Pengelolaan Zakat Masa Rasulullah SAW.
Dalam Islam, perintah untuk melaksanakan zakat sebetulnya sudah ada sejak permulaan Islam, seiring dengan perintah untuk melaksanakan shalat. Cuma ketika itu, ayat-ayat yang turun berkaitan dengan zakat tidak dalam bentuk amar yang menunjukkan hukumnya wajib, tetapi dalam bentuk kalimat biasa yang menyatakan, bahwa zakat dipandang sebagai ciri orang yang beriman dan bert‘aqwa. Kadar dan ketentuan yang berkaitan dengan zakat pada waktu itu belum diatur secara sistematis. Ia hanya diserahkan kepada rasa keimanan dan kepatuhan kaum muslimin saja. Kondisi ini terus berlanjut sampai tahun ke-2 Hijriyah atau 623 Masehi.[4]
Dalam perkembangan zakat masa Rasulullah terbagi atas 2 Periode:
1.    Periode Mekah
Menurut Yusuf al-Qaradhawi, zakat yang diwajibkan Allah di Makkah merupakan zakat yang mutlak (al-zakdh al-muthlaqah) , artinya kewajiban zakat yang tidak memiliki syarat dan batasan tertentu, pelaksanaannya ditentukan oleh iman, kemampuan dan perasaan masing-masing orang terhadap saudaranya sesama mukmin. Adakalanya orang memberikan sedikit saja, dan adakalanya punya orang mengeluarkan zakat dalam jumlah yang amat besar.[5]

Selama tiga belas tahun di Mekah, kaum muslimin didorong untuk menginfakkan harta mereka buat para fakir, miskin, dan budak, namun sebelum ditentukan nisab dan berapa kewajiban zakatnya, juga helum diketahui apakah telah diorganisasi pengumpulan dan penyalurannya. Yang jelas, kaum muslimin awal memberikan sebagian besar harta mereka untuk kepentingan Islam.[6]



2.    Periode Madinah
Pada periode Madaniyah, barulah zakat diwajibkan secara sistematis dan rinci. Pemerintahan Islam yang dibangun Rasulullah setelah beliau berhijrah bersama sahabatnya di Madinah mengundang-undangkan zakat secara formil kepada seluruh rakyat. Harta-harta diberi kategori tertentu hingga dikenakan kewajiban zakat. Artinya, tidak semua harta mutlak dikenakan zakat.[7]
Di tahap awal hijrahnya Rasulullah ke Madinah, zakat belum dijalankan. Pada tahun pertama di Madinah itu, Nabi dan para sahabatnya beserta segenap kaum muhajirin (orang-orang Islam Quraisy yang hijrah dari Mekah ke Madinah) masih dihadapkan kepada bagaimana menjalankan usaha penghidupan di tempat baru tersebut. Hal ini dikarenakan, selain memang tidak semua di antara mereka orang yang berkecukupan, kecuali Usman bin Affan, semua harta benda dan kekayaan yang mereka miliki juga ditinggal di Mekah.
Saat kondisi kaum Muslimin sudah mulai tenteram, tepatnya pada tahun ke-2 Hijriyah, barulah kewajiban zakat diberlakukan. Pensyariatan zakat beserta penjelasan tentang harta-harta yang wajib dizakatkan, nisab, dan kadar secara sistematis. Dan Allah Swt. mewajibkan kaum Muslimin menunaikan zakat fitrah pada setiap bulan Ramadhan. Besar zakat ini adalah 1 sha’ kurma, tepung, keju lembut, atau kismis; atau setengah sha’ gandum, untuk setiap Muslim, baik budak atau orang merdeka, laki-laki atau perempuan, muda atau tua, serta dibayarkan sebelum pelaksanaan Shalat ‘ld. Setelah kondisi perekonomian kaum Muslimin stabil, tahap selanjutnya Allah Swt. mewajibkan zakat mal (harta) pada tahun kesembilan hijriyah.[8]
Kemudian, tahun ke-9 Hijriyah Allah menurunkan surat at-Taubah ayat 60 yang menjelaskan tentang mustahik zakat (orang-orang yang berhak menerima zakat), ketentuan, dan kadar zakat. Pada masa Rasulullah, pemungutan dan pendistribusian zakat dilakukan oleh Rasulullah sendiri. Kadang kala Beliau menunjuk amil (petugas) zakat. Misalnya, Umar ibn Khatab diutus untuk memungut zakat ke negeri Yaman. Khalid ibn walid diutus ke Shan’a, al-Muhajir ibn Umayyah ke Kindah Zaid ibn Said ke Hadralmaut Muaz ibn jabal ke Yaman dan lain sebagianya. Dalam mendistribusikan zakat, pada masa Nabi menganut sistem desentralisasi. Zakat yang sudah dikumpulkan didistribusikan lagi kepada para mustahik yang berada di daerah atau desa yang berada dekat tempat pemungutan zakat tersebut.[9]
Pada masa Rasulunah Saw., zakat dikenakan pada hal-hal berikut. [10]
1.    Benda logam yang terbuat dari emas, seperti koin, perkakas, perhiasan atau dalam bentuk lainnya.
2.    Binatang ternak, seperti unta, sapi, domba, dan kambing.
3.    Berbagai jenis barang dagangan, termasuk budak dan hewan.
4.     Hasil pertanian, termasuk buah-buahan
5.    Luqathah, harta benda yang ditinggalkan musuh
6.    Barang temuan
Zakat emas dan perak ditentukan berdasarkan beratnya. Binatang ternak yang digembalakan secara bebas ditentukan berdasarkan jumlahnya. Barang dagangan, barang tambang, dan luqathah ditentukan berdasarkan nilai jualnya serta basil pertanian dan buah-buahan ditentukan berdasarkan kuantitasnya. Berkaitan dengan hal ini, Rasulullah telah menetapkan nisab, yakni batas terendah dari kuantitas atau nilai dari suatu barang dan jumlah dari tiap jenis binatang ternak. Nisab dan tingkat zakat dari berbagai jenis barang berbeda satu sama lain.[11]
Pengumpulan dan pengelolaan zakat dilakuakan secara terpusat dan ditangani sepenuhnya oleh Negara lewat baitul maal. Pengumpulan langsung dipimpin oleh Rasulullah
Pembukuan zakat juga dipisahkan dari pendapat Negara lainya, pencatatan zakat juga dibedakan atara pemasukan dan pengeluaran, di mana keduanya harus terperinci dengan jelas, meskipun tanggal penerimaan dan pengeluaran harus sama. Selain itu, Nabi SAW berpesan pada para ‘amil agar berlaku adil dan ramah, sehingga tidak mengambil lebih dari pada yang sudah ditetapkan dan tidak berlaku kasar baik pada muzakki maupun mustahiq.  Secara garis besar dapat dikatakan bahwa pada zaman Nabi SAW pengelolaan zakat bersifat terpusat dan ditangani secara terpusat, namun demikian pengelolaan zakat pada saat itu secara institusional dianggap sederhana dan masih terbatas dengan sifatnya yang teralokasi dan sementara, dimana jumlah zakat terdistribusi akan tergantung pada jumlah zakat yang terkumpul pada daerah atau kawasan tertentu, dan uang zakat yang terkumpul langsung didistribusikan kepada para mustahiq tanpa sisa.

C.  Pengelolaan Zakat Masa Sahabat
1.    Abu Bakar As-Siddiq
Di zaman Abu Bakar r.a., sebagian orang menolak membayar zakat Pertama, pengikut para nabi palsu saat itu, Musailamah, Sajah Tulayhah, dan pengikut Aswad al-Ansi. Kedua, kaum Banu Kalb, Tayy, Duyban, dan lainnya, meskipun mereka bukan pengikut para nabi palsu. Ketiga, mereka yang bersikap menunggu perkembangan setelah wafatnya Rasulullah, yaitu antara lain kaum Sulaim, Hawazin, dan Amir. Menurut ath-Thabari dalam Tarikhur-Rasul wal-Muluk, sebagian dari mereka menolak membayar kepada pemerintah pusat karena telah membayar kepada petugas lokal, bahkan ada pula yang terpaksa membayar zakat dua kali.[12]
Khalifah Abu Bakar Al-Shiddiq melaksanakan berbagai kebijakan ekonomi seperti yang telah dipraktikkan Rasulullah Saw. Ia sangat memerhatikan keakuratan penghitungan zakat, sehingga tidak terjadi kelebihan atau kekurangan pembayarannya. Dalam hal ini, Abu Bakar pernah berkata kepada Anas, “jika seseorang mempunyai kewajiban untuk membayar zakat berupa seekor unta betina berumur 1 tahun tetapi dia tidak mempunyainya lalu menawarkan seekor unta betina berumur 2 tahun, maka hal yang demikian dapat diterima dan petugas zakat akan mengembalikan kepada orang tersebut sebanyak 20 dirham atau 2 ekor domba sebagai kelebihan dari pembayamn zakatnya.” Hasil pengumpulan zakat tersebut dijadikan sebagai pendapatan negara dam disimpan dalam Baitul Mal untuk langsung didistribusikan keseluruhannya kepada kaum Muslimin hingga tidak ada yang tersisa.[13]
2.    Umar ibn Al-Khattab
Di zaman Umar r.a., objek zakat diperluas. Misalnya, kuda yang tadinya tidak kenakan zakat, menjadi objek zakat karena di Suriah dan Yaman menjadi barang dagangan yang mahal. Begitu pula pengenaan zakat atas miju-miju, kacang polong, dan zaitun yang telah dibudidayakan secara massal. Di satu sisi, Umar r.a. sangat fleksibel, yaitu pada saat paceklik yang dikenal sebagai tahun ar-Ramada, pungutan zakat ditunda. Di sisi lain, beliau sangat keras, yaitu pengenaan denda 20% dari total harta bagi mereka yang tidak jujur dalam menghitung zakatnya.[14]

3.    Utsman ibn Affan
Dalam hal pengelolaan zakat, Khalifah Utsman ibn Affan mendelegasikan kewenangan menaksir harta yang dizakati kepada para pemiliknya masing-masing. Hal ini dilakukan untuk mengamankan zakat dari berbagai gangguan dan masalah dalam pemeriksaan kekayaan yang tidak jelas oleh beberapa oknum pengumpul zakat. Di samping itu, Khalifah Utsman berpendapat bahwa zakat hanya dikenakan terhadap harta milik seseorang setelah dipotong seluruh utang-utang yang bersangkutan. Ia juga mengurangi zakat dari dana pensiun. Selama menjadi Khalifah, Utsman bin Affan menaikkan dana pensiun sebesar 100 dirham, di samping memberikan rangsum tambahan berupa pakaian. Ia juga memperkenalkan tradisi mendistribusikan makanan di masjid untuk para fakir miskin dan musafir.[15]
Di zaman Utsman r.a., dengan kemajuan perekonomian umat saat itu, timbul masalah baru, antara lain hukum zakat atas pinjaman. Utsman ra, berpendapat bahwa jika utang itu dapat ditagih pada waktunya berzakat, namun ia tidak melakukannya, ia harus membayar zakat dari seluruh hartanya termasuk utang yang seharusnya dapat ditagih itu. Ibnu Abbas dan Ibnu Umar juga berpendapat sama. Belakangan berkembang teori yang membedakan antara utang yang diharapkan dapat dibayar (marju al-ada’) dan utang yang macet (ghair mavju al-ada’) . Janis pertama saja yang wajib dizakati setiap tahun. sedangkan jenis kedua baru wajib dizakati pada saat dibayar.[16]

4.    Ali bin Abi Thalib
Di zaman Ali r.a. , ternak yang dipekerjakan (al-hawamil wal-hawamil) tidak dikenakan zakat karena dianggap kebutuhan dasar petani. Senada dengan itu, menurut az-Zuhri dan at-Tanukhi, karena hasil pertanian telah ditentukan zakamya 5% bila menggunakan air hujan atau 10% bila diupayakan pengairannya, padahal ternak peketja merupakan salah satu komponen biaya semisal pengairan. Ali ra. juga membolehkan pembayaran zakat dengan bentuk setara uang. Zakat untuk unta, bila dibayar dengan unta yang berumur satu tahun lebih muda dapat dikompensasi dengan dua ekor kambing atau dua puluh dirham. Akan tetapi pada zaman itu, kompensasinya adalah dua ekor kambing apu sepuluh dirham mungkin karena harga kambing turun drastis pada zaman ltu. [17]











PENUTUP
A.     Kesimpulan
Zakat merupakan salah satu intrumen dalam pendistribusian harta dalam islam. Dalam sejarahnya zakat sudah ada sebelum adanya islam ini dibuktikan dengan adanya dalam al-qur’an Al-maidah ayat 12 dan Maryam ayat 31 yang dimana disana dijelaskan bahwa Allah telah memerintahkan zakat kepada bani israil dan nabi Isa.
Dan sejarah zakat pada masa Rasulullah terbagi menjadi dua periode yang dimana periode pertama di Mekah dan yang kedua di Madinah. Di Mekah zakat belum diwajibkan secara sistematis sedangkan di madinah sudah diwajibkan secara sistematis
Dan selanjutnya pada masa sahabat zakat dibagi pada empat masa kepemimpinan khalifah yaitu  Abu Bakar As-Siddiq, Umar bin khatab, Utsman bin Affan, dan Ali bin Abi thalib.
    B.     Saran
Pada saat pembuatan makalah Penulis menyadari bahwa banyak sekali kesalahan dan jauh dari kesempurnaan.  dengan sebuah pedoman yang bisa dipertanggungjawabkan dari banyaknya sumber Penulis akan memperbaiki makalah tersebut . Oleh sebab itu penulis harapkan kritik serta sarannya mengenai pembahasan makalah dalam kesimpulan di atas.







DAFTAR PUSTAKA

Karim, Adiwarman . 2004. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok: Raja Grafindo
Karim, Adiwarman. 2001.  Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Depok: Gema Insani
Mujahidin, Akhmad. 2007. Ekonomi Islam. Depok: Grafindo Persada
Rozalinda. 2014. Ekonomi Islam. Depok: Raja Grafindo Persada




[1] Akhmad Mujahidin, Ekonomi Islam (Depok: Grafindo Persada, 2007) h.70
[2] Ibid.
[3] Ibid
[4] Rozalinda, Ekonomi Islam (Depok: Raja Grafindo Persada, 2014) h. 275
[5] Akhmad Mujahidin, Op. Cit. h. 71
[6] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer (Depok: Gema Insani, 2001) h.191
[7] Akhmad Mujahidin, Op. Cit. h. 72
[8] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Depok: Raja Grafindo, 2004) h. 39
[9] Rozalinda, Op.Cit. h. 275
[10] Adiwarman Karim, Op.Cit. h. 46-47
[11] Ibid. h. 47
[12]  Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer (Depok: Gema Insani, 2001) h. 192
[13] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Depok: Raja Grafindo, 2004) h. 56
[14] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Op.Cit. h. 192
[15] Adiwarman Karim, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam . Op. Cit. h. 80
[16] Adiwarman Karim, Ekonomi Islam Suatu Kajian Kontemporer. Op.Cit. h. 192
[17] Ibid. h. 192-193

Komentar

Postingan populer dari blog ini

TAFSIR AYAT RIBA DAN IMPLIKASINYA BAGI EKONOMI

KONSERVASI, DEPLESI DAN PERSEDIAAN